Skip to main content

Perjalanan Kembali Ke Batam




Liburan 20-hariku telah usai, aku harus kembali ke Batam untuk melanjutkan sekolahku, terlebih hari senin 24 September sekolahku mengadakan ujian mid semester. Aku memutuskan untuk kembali ke Batam pada 22 September. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan harga tiket pesawat dan kondisi fisik aku nantinya. Pada perjalanan kali ini, aku pergi bersama mamaku.

Perjalanan dimulai dengan naik kereta api Cirebon Ekspress 69 dengan rute Haurgeulis – Gambir. Oh ya, untuk dapat ke stasiun, aku dijemput oleh Mang Raswid, salah satu supir kepercayaan tanteku. Tiba di stasiun pukul 8.00 pagi, membuat kami harus menunggu sekitar satu setengah jam karena keberangkatan kereta dijadwalkan pada pukul 9.36.

Pintu masuk stasiun Haurgeulis

Ruang tunggu stasiun Haurgeulis

Peron stasiun Haurgeulis

Suasana stasiun pada pagi itu cukup ramai dipadati calon penumpang yang akan berpergian ke berbagai daerah. Aku memainkan handphoneku untuk membunuh rasa bosan yang mungkin akan hinggap. Namun, mataku juga sempat melihat sekeliling isi ruangan yang terlihat klasik ini. Katanya, stasiun Haurgeulis ini merupakan bangunan peninggalan Belanda.

Kereta datang sesuai jadwal awal. Aku duduk di kursi nomor 14A di gerbong ekonomi 1. Interior kereta ini jauh lebih baik ketimbang kereta yang aku tumpangi 10 tahun lalu. Kiranya karena hal ini, aku patut mengapresiasi beberapa Menteri Perhubungan belakangan ini.

Konfigurasi kereta adalah 2-2. Dalam satu gerbong terbagi 2 bagian kursi. 48 kursi pertama yang terletak di depan gerbong menghadap ke arah belakang kereta sedangkan 40 kursi lainnya menghadap ke arah depan. Aku yang tahu hal ini sebelumnya sengaja memilih kursi 14A agar dapat menghadap ke depan.

Kabin kereta Cirebon Ekspress 69

Pemandangan selama perjalanan dengan kereta

Waktu perjalanan kuhabiskan dengan mengobrol dengan mamaku dan juga melihat pemandangan sawah, pemukiman, dan area industri yang terlihat dari jendela dengan ukuran yang cukup besar. Aku cukup menikmati perjalanan ini. Aku rasa perjalanan menggunakan kereta api jauh lebih menyenangkan ketimbang menggunakan mobil pribadi. Selain durasi yang lebih singkat, perjalanan dengan kereta api juga murah dan lebih nyaman daripada dengan mobil.

Sekitar pukul 11.30, kami tiba di stasiun Gambir. Stasiun ini terletak di Jakarta Pusat dan persis bersebelahan dengan area Monas. Jadi dari stasiun yang sudah dibuka sejak 1884 ini, Monas dengan puncak emasnya yang megah dapat terlihat dengan sangat jelas.

Peron kereta terletak di lantai 3. Untuk mencapai lantai dasar, kami turun menggunakan lift. Aku sempat menggunakan fasilitas toilet di lantai dasar. Toilet ini cukup bersih. Namun, fasilitas toilet yang menggunakan kloset jongkok masih kurang sesuai dengan predikat stasiun Gambir sebagai stasiun terbesar di Indonesia.

Selanjutkan, untuk melanjutkan perjalanan, aku menggunakan bus Damri khusus bandara. Letak pool Bus Damri hanya berjarak sekitar 50 meter dari pintu keluar stasiun. Aku langsung mendatangi kondektur bus paling depan dan menyerahkan kedua koperku untuk diletakkan di kompartemen bawah. Kondektur menyuruhku membeli tiket di loket seharga 40 ribu rupiah per penumpang. Harga tiket ini 2 kali lipat lebih mahal ketimbang harga tiket bis Big Bird yang dipatok hanya 17 ribu rupiah saja. Namun karena pengalaman yang tidak mengenakkan pada perjalanan sebelumnya membuatku lebih memilih bus Damri. Lagian kan Damri merupakan BUMN. Jadi dengan menggunakan bus Damri berarti aku telah membantu menambah pemasukan negara, bukan?

Kabin bus Damri ke bandara Soekarno-Hatta

Perjalanan menggunakan bus ke bandara Soekarno-Hatta Jakarta memakan waktu 1 jam. Perjalanan ini cukup nyaman dengan kursi yang tebal dan keras dengan headrest yang juga menambah kenyamanan saat duduk. Kapasitas bus yang hanya terisi setengahnya saja menambah kenyamanan pada perjalanan ini pula.

Tiba di terminal 1C, aku langsung menuju konter check-in Citilink, maspakai low cost carrier anak perusahaan dari Garuda Indonesia yang menjadi tumpanganku selanjutnya. Menurut jadwal, penerbangan yang menggunkan callsign Supergreen 944 akan memakan waktu 1 jam 40 menit.

Proses check-in berjalan dengan baik. Selanjutnya aku naik ke lantai atas untuk menuju ke ruang tunggu. Namun sebelumnya, aku menyempatkan untuk berfoto dengan “Pak Jokowi” dalam bentuk stand figure di leisure area. Ini merupakan kedua kalinya aku berfoto dengan gambar beliau setelah pada bulan Juni kemarin aku berfoto dengan objek yang sama.


Ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta

Ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta

Ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta

Di ruang tunggu C4, penumpang penerbanganku digabung dengan penumpang penerbangan Batik Air tujuan Banda Aceh, jadi jelas saja jika kondisi ruang tunggu ini cukup ramai. Namun sesaat sebelum boarding dilakukan, para calon penumpang diminta untuk melakukan boarding melalui pintu C7. Duh, gimana sih, tadi katanya melalui pintu C4!

Proses boarding berjalan dengan efisien. Sebelumnya saat check-in tadi, aku mendapat kursi 26F setelah meminta kursi di sebelah jendela agar dapat melihat pemandangan bandara. Namun kursi tersebut telah diduduki oleh bapak-bapak yang kurasa baru pertama kali naik pesawat. Karena tidak enak dengan beliau, akhirnya aku mengalah dan duduk di kursi dekat aisle.

Pilot menyampaikan instruksi “cabin crew, be seated for take-off”, menandakan pesawat akan segera terbang. Di atas runway 25R, pesawat meluncur laju ditenagai mesin CFM56 yang berputar dengan sangat cepat.

Aku terbang dengan pesawat A320 versi wingtip beregistrasi PK-GLM yang dipesan langsung dari Airbus pada 2005. Interior pesawat terlihat cukup tua jika dibandingkan dengan interior A320 NEO milik Citilink juga. Aku sempat pergi ke toilet pesawat hanya untuk berfoto. Seumur hidupku, inilah pengalaman keduaku masuk ke toilet pesawat.

Peragaan keselamatan dilakukan oleh 1 pramugari dan 1 pramugara. Seragam baru Citilink dengan warna dasar hijau muda membuat mataku menjadi fresh. Citilink juga membolehkan pramugarinya mengenakan hijab saat bekerja. Hal ini menjadikan Citilink sebagai maskapai ketiga yang menerapkan kebijakan ini setelah sebelumnya Nam Air dan Sriwijaya Air yang menerapkannya terlebih dahulu.

Penerbangan ini terasa biasa saja. Mungkin karena aku tidak duduk di kursi dekat jendela, jadi aku tidak dapat melihat pemandangan luar dengan jelas. Aku sempat membaca majalah Linked dan Citilink Store Magz, namun tidak ada hal yang membuatku tertarik pada keduanya. Lagi-lagi, aku memainkan handphoneku untuk menghabiskan waktu. Beberapa video komedi produksi Majelis Lucu Indonesia yang kuunduh saat di bandara tadi menjadi tontonanku selama penerbangan. 20 menit sebelum mendarat, tanda sabuk pengaman dihidupkan, ini menandakan bahwa pesawat telah mencapai ketinggian 10.000 kaki.

Pemandangan luar jendela dari kursi 26D

Pesawat mendarat dengan sangat halus melalui runway 04. Mungkin disamping kelihaian pilot, faktor angin yang stabil turut berperan dalam kehalusan pendaratan kali ini. Para penumpang keluar melalui pintu depan sebelah kiri dengan menggunakan garbarata. Selanjutnya, aku menunggu bagasiku di konveyor barang. Proses unloading yang cukup lambat membuatku dan penumpang lainnya harus menunggu cukup lama untuk dapat mengambil bagasi.

Bagasi sudah di tangan, aku keluar pintu kedatangan bandara Hang Nadim dan langsung mencari taksi bandara yang memonopoli bandara Batam. Jarak dari bandara kerumahku adalah sejauh 13 km. Ongkos taksi untuk perjalanan ini adalah 90 ribu rupiah. Setelah melewati perjalanan selama 10 jam, akhirnya aku sampai di rumah.


Comments